Gairah Belajarnya Tumbuh Kembali
Anak yang unik, itulah yang saya sematkan padanya. Sebut saja Feri namanya, 5 tahun usianya saat masuk SD , dia termasuk anak yang cerdas dengan IQ diatas rata-rata. Dia
termasuk anak yang bersemangat dalam belajar, namun entah kenapa naluri saya
berkata “Ada sedikit masalah yang disembunyikannya” saya melihat ada ketidak
nyamanan dalam dirinya walaupun waktu itu saya belum tahu apa yang membuatnya
tidak nyaman.
Orang bilang insting itu jangan dianggap
angin lalu, itulah yang saya dapatkan
saat mengenal dan menjadi guru Feri. Feri yang diawal pembelajaran saya nilai
sebagai anak yang sangat semangat dalam belajar dengan tingkat kemampuan
komunikasi yang bagus, menginjak bulan ke 3 masa pembelajaran, dia mengalami
kesulitan belajar. Kesulitan belajar yang dia alami bukan kesulitan belajar
akademik, tetapi kesulitan belajar sosialisasi, dia sulit untuk melakukan
pertemanan, dia lebih senang berkomunikasi dengan gurunya ketimbang dengan
teman-temannya.
Suatu hari Feri bercerita. “Bu Warni, tadi
pagi Feri males dateng ke Sekolah loh. Feri malas belajar.” Saat itu saya tidak
menanggapinya dengan serius, bahkan cenderung tidak memperhatikan, karena saat
Feri bercerita, saya sedang disibukkan dengan acara pengumpulan tugas anak-anak.
Keesokan harinya Feri datang terlambat dengan
diantar oleh kedua orang tuanya. Ibunya mengantarkan Feri sampai didepan pintu
kelas, saya pun menyambutnya dengan senyuman dan mengajaknya masuk ke dalam
kelas, anehnya Feri malah bersembunyi dibelakang ibunya. Hal ini membuat saya
bertanya-tanya, mungkinkah insting saya kini menjadi kenyataan, benarkah ada
masalah dalam diri Feri?
Saat itu ibu Feri langsung menceritakan
bagaimana susah payahnya ia membawa Feri ke Sekolah. Dan saya bisa
membayangkannya, setidaknya itu bisa
dilihat dari penolakan Feri pada saya ketika saya mengajaknya masuk kedalam
kelas.
Setelah
mendengarkan cerita dari Ibu Feri, saya langsung mengajak Feri untuk
menceritakan semuanya pada saya kenapa dia tidak mau sekolah? Setidaknya saya
tahu kalau dia sangat senang menceritakan segala sesuatu pada gurunya.
Sekitar 10 menit “perjuangan” bujuk-membujuk
dan rayu merayu Feri cukup menguras energi dan pikiran. Alhamdulillah, akhirnya
Feri mau masuk kedalam kelas. Di kelas anak-anak yang lain sudah mulai belajar
dengan guru patner saya. Ya inilah satu kelebihan lagi dari SD tempatku mengabdi ini, dimana kelas
1 dan kelas 2 memiliki guru kelas, 2 orang dengan istilah Manager Kelas.
Sehingga saat ada anak yang bermasalah, bisa langsung ditangani tanpa
meninggalkan proses pembelajaran yang harus diterima anak-anak lainnya.
Akhirnya Feri mau masuk kedalam kelas,
sayapun cukup merasa bahagia. Tapi ternyata kebahagiaan itu tidak lama, dikelas
Feri tidak mau melepas tasnya. Tempat duduk Feri ada di barisan pertama dekat
meja guru, hari itu Feri benar-benar enggan untuk belajar, dia mau masuk kelas
hanya untuk menceritakan alasan kenapa dia tidak mau belajar di sekolah hari
ini, bukan untuk belajar. Karena itulah dia enggan melangkahkan kaki menuju tempat duduknya, dia
hanya berdiri didepan pintu kelas.
Saya pun mengambil 2 kursi yang
dihadap-hadapkan untuk kami duduki, saya menyuruh Feri duduk dan mencoba
membuat komunikasi yang nyaman dengannya, dan selama mungkin sampai kedua orang
tuanya tak segan meninggalkan Feri di sekolah.
Sekitar 15 menit saya memberikan pemahaman
pada Feri jika sekolah itu penting, dan menayakan apa alasan dia tak mau
bersekolah. Dan jawaban yang dia berikan hanya satu kata “MALAS.” Tertegun saya
saat mendengar jawabanya, malas? Apakah hanya karena kata ini, anak secerdas
Feri tidak mau sekolah?
Sepertinya bukan....
BERSAMBUNG....
BERSAMBUNG....
Penasaran deh, apakah dia bosan?
ReplyDeleteKarena masih terlalu dini buat sekolah?
Siap... insya Allah akan saya tulis kelanjutan ceritanya... minggu depan:)
ReplyDelete